Matamu.NET – Apa Itu Metaverse menjadi salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan setelah Facebook merubah nama mereka menjadi Meta. Namun jauh sebelum Facebook, sebenarnya Microsoft sudah lebih dulu menyebut jejaring aplikasi sistem operasi mereka di dunia digital dengan sebutan Metaverse.
Microsoft bahkan langsung mengakui sisi Developer Game Raksasa, Activision Blizzard dengan harga 68,7 Trillion USD atau setara dengan 987 002 595 000 000 Rupiah (Bacanya sekitar 1000 Trilliun atau 1 Quantiliun Rupiah). Tujuannya agar Jejaring Block Metaverse meraka semakin luas di dunia internet Global.
Daftar Isi
Apakah cuman mereka berdua?
Tanpa menyebutkan kata Metaverse secara eksplisit, Google sudah bekerja dengan konsep Metaverse dalam 2 dekade terakhir dengan platform dan jejaring yang lebih luas dari Microsoft dan Facebook. Milsanya saja Android, Node JS, Gmail, Gmap, Google Adsense, Google Docs, dan ratusan produk dari Google yang secara rutin digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Meskipun tidak segetol ketiga perusahaan di atas, namun Apple juga memiliki Metaverse versi mereka dengan banyaknya pengguna Apple Device. Mobile Legend, PUBG dan DoTA merupakan Game yang penghuninya sudah lebih gagahan dengan jajan barang digital yang sama sekali tidak bermanfaat,
Nah pertanyaan sekarang dari sekian banyak Versi Metaverse, sebenarnya apa sih Metaverse itu? Apakah itu adalah sejenis dunia baru yang benar-benar eksis? atau hanya bualan sebagai bahan jualan perusahaan raksasa IT saja?
A. Defenisi Metaverse
Defenisi sederhana dari Metaverse adalah dunia maya, paling tidak ini darasal kata yakni Meta (Setelah) verse adalah alam atau dunia setelah alam semesta atau dunia lain yang diakses melalui gerbang digital. Secara khusus Metaverse merujuk pada dua makna yakni (1) Virtual Reality World dan (2) a digital second life.
Beberapa dekade terkahir terutama setelah jaringan internet sangat cepat dan perkembangan komputerisasi tumbuh sangat cepat sehingga memicu lahirnya Industri 4.0, Teknologi Digital sudah mengambil banyak bagian dalam hidup manusia baik itu untuk aktifitas sosial seperti sosial media sampai pada kebutuhan finansial seperti transaksi ekonomi.
Wabah Pandemic Covid-19 bahkan membuat perkembangan dunia digital semakin cepat dimana pekerjaan yang dulunya dikerjakan secara bersama dalam satu kantor kini bisa dikerjakan di tempat yang berjuahan dengan sistem remot melalui jaringan internet. Konsep Work From Home ini juga diadaptasi dalam dunia pendidikan dalam bentuk belajar dari rumah atau Online Learning.
Bagaimana pun modelnya, namun pada intinya sebagian besar aktifitas yang dulunya dilakukan secara fisik di dunia nyata saat ini mulai bergeser ke arah digital. Biasanya aktifitas tersebut diberi embel elektronik atau e-, misalnya e-learning, e-money, e-toll,m dan sejenisnya, namun terkadang juga disebut Mobile, Digital dan sebagainya.
Pada awalnya, transaksi digital dilakukan hanya untuk membeli barang yang ada di dunia nyata, sekalipun kita punya uang fisik 50 ribu kemudian digunakan untuk mengisi e-toll. Nilai intristik dari 50.000 yang ada di e-toll tetaplah sama dengan nilainya di dunia nyata. Bentuk saja yang berbeda.
Belakangan, transaksi di dunia digital mulai mengenal barang yang sifatnya digital dan tidak memiliki nilai instristik di dunia nyata. Sebut saja Skin dalam Dunia Game yang dibeli dengan uang. Padahal sekali game tersebut dimatikan seluruh server atau dihapus maka Skin yang awalnya dibeli ratusan ribu hingga puluhan juta akan ikut hilang. Tidak ada satu mekanisme yang dapat menakar nilai tetap tersebut dengan uang.
Hal ini karena aset tersebut tidak memiliki underlying value yang nyata. Kendati tidak memiliki underlying value (Jaminan) yang nyata, namun keberadaan aset-aset digital ini terus tumbuh, misalnya saja mata uang Cripto yang boleh dikatakan tidak memiliki nilai jaminan sama sekali sekali server dan jejaring dihapus maka semua aset kripto tersebut akan musnah karena memang tidak ada nilainya di dunia nyata. Jadi keamanan dari aset digital kita tergantung dari konsep aset tersebut dibangun.
Hal ini berbeda dengan uang elektronikk, meskipun kartu e-money kita hilang, kita masih mengklaim nilai dari uang yang hilang tersebut di bank tempat kita menyimpan/menukar mata uang kita. Karena yang hilang dari uang tersebut hanya fisiknya saja sedangkan nilainya masih dijamin oleh lembaga keuangan. Untuk rupiah sendiri, nilainya dijamin oleh Bank Indonesia.
Psikologi Manusia dan Metaverse
Tapi manusia itu unik, mereka terkadang membeli barang yang nilainya tidak berada pada kegunaan dan manfaatnya untuk kehidupan tapi juga terkadang melekat pada prestisius atau gabungan dari seluruh aspek psikologi manusia.
Misalnya saja Ikan Arwana Super Red yang memiliki nilai 40 juta rupiah yang valuenya naik sesuai dengan sulitnya barang dan banyaknya orang yang ingin merawat sebagai koleksi. Sekali ikan arwana tersebut mati atau orang-orang sudah tidak suka dengan Ikan Arwana, maka nilai 40 juta dari Arwana ini ikut hilang.
Konsep psikologis inilah yang mendukung aktifitas finansial dalam bentuk membeli barang di dunia digital tapi tidak berguna di dunia nyata menjadi. Sisanya masalah seberapa besar ketertarikan orang membeli barang di dunia digital bergantung dari layanan yang mereka dapatkan.
Konsep ini jugalah yang dijadikan dasar Facebook dalam membangun Metaverse mereka. Layanan sosial media yang mereka sudah menghubungkan 2,9 milliar penduduk bumi dari seluruh belahan bumi termasuk para astronout yang secara tehnis tidak berada di bumi. Bahkan Metaverse versi facebook ingin dikembangkan sampai bisa menghasilkan dunia 3-D yang dapat diakses melalui perangkat Virtual Reality. VR tersebut dikembangkan tidak hanya mengakomodasi visual tapi juga gerak dan sensasi nyata.
Tujuanya tentu saja satu yakni membuat orang merasa nyaman melakukan aktifitas di Metaverse dan pada ujungnya mereka adakn dengan senang hati membeli rumah di dunia dunia digital sekalipun rumah tersebut tidak melindungi mereka dari hujan dan panas di dunia nyata.
Matthew Ball, seorang multimillioner dan pengusaha pembiayaan skala besar baik nyata maupun digital, menyatakan bahwa Metaverse didukung oleh keberadaan 4 aspek digital yakni :
- Perkembangan Komputer
- Peran Komputerisasi dalam Kehidupan
- Komputerisasi aktiftas personal
- Kemudahan akses Dunia Digital atau Mobile Computing.
Peran komputerisasi tersebut sangat memudahkan kehidupan manusia tidak heran jika aktifitas kita akan selalu melibatkan Komputer. Metaverse memanfaatkan aspek ini dan menggesernya yang pada awalnya hanya mengakses melalui komputer bergeser ke arah “berada di dalam komputer”. Metaverse juga tidak hanya sekedar selalu mendapatkan akses ke jaringan internet global tapi tentang merasakan kehidupan online. Sekalipun yang bersentuhan adalah avatar kita.
Transaksi Finansial di Metaverse
Memangnya semua manusia bisa dengan mudahnya menghabiskan uang di dunia digital yang tidak bisa dimanfaatkan di dunia nyata?
Mari kita sebut saja kata Manfaat di dunia nyata ini merujuk pada manfaat tehnis seperti rumah untuk berteduh, pakaian untuk dikenakan dan mobil untuk digunakan sebagai alat transportasi.
Tapi sungguh, hasrat manusia memiliki barang jauh lebih luas dari sekedar manfaat tehnis. Ini berlaku untuk semua manusia baik kaya maupun miskin. Levelnya saja yang berbeda tapi hasrat itu akan selalu ada.
Misalnya saja orang-orang kaya membeli tas Bermerek Gucci dengan harga Belasan sampai ratusan juta rupiah padahal fungsinya tetap sama dengan tas seharga 500.000 ribu. Orang-orang dengan ekonomi sedang juga melakukan hal yang sama misalnya membeli Ikan Arwana yang dengan harga jutaan rupiah padahal setelah membeli arwana bukannya bisa digunakan malah menambah beban kerja haruan dengan memberikan makanan dan membersihkan aquarium-nya.
Orang miskin pun sama, misalnya mereka akan dengan senang hati membeli Rokok yang hargnya belasan ribu yang sama sekali tidak memiliki manfaat bagi dirinya justru hanya dapat menyebabkan ganguan kesehatan.
Jadi apakah yang berinterkasi di Metaverse hanya Avatar User saja?
Singkatnya sih saat ini memang hanya avatar saja.
Rumah yang kita tempati di dunia metaverse hanya untuk gagahan di dunia maya sana. Kalau mau digusur dari dunia nyata, kamu tetap saja tidak punya tempat berteduh sekaipun kamu punya lusinan rumah mewah di Meta.
B. Interaksi Manusia di Metaverse
Para penghuni asli dari Metaverse memang berasal dari satu planet yang sama yakni Bumi, kita sebut saja dunia nyata dan kita akan bisa dengan terhubung satu sama lain dengan cara saling mengunjungi. Jika kita ingin berinteraksi dengan teman yang kebetulan tetangga cukup berjalan. Jika kalian terpisah antar pulau atau jarak yang jauh maka menempuh perjalan pesawat akan jauh lebih mudah.
Di dunia Metaverse, secara tehnis jarak bukanlah masalah besar kecuali sistem Metaverse memang mensyaratkan pembayaran agar avatar bisa masuk ke satu tempat atau block, namun masalah komunikasi di Metaverse tidak semudah di film dimana kita bisa dengan mudahnya berinteraksi satu sama lain.
Pasalnya Metaverse itu ada banyak. Sebagaimana yang kita sebutkan sebelumnya setiap perusahaan IT raksasa punya Dunia Meta mereka masing-masing. Setiap metaverse juga punya fitur, platform dan layanan yang sungguh-sungguh berbeda. Imeje Metaverse selalu melibatkan Virtual Reality itu ada brand yang dibangun oleh Meta Facebook, sedangkan Microsoft punya Metaverse versi ruang kerja digital seperti Monday.com.
Mengapa “sesederhana” itu? Alasanya karena microsoft mendesian dunia digital mereka hanya untuk mengatasi masalah sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya saja Microsoft terkenal dengan aplikasi Officenya makanya mereka lebih concenr dalam pembuatan kantor digital. Jadi jangan pernah berharap anda bisa berpindah antar platform di Metaverse.
Singkatnya, Metaverse hanya berupa layanan yang diberikan masing-masing platform, bukan dunia yang bisa menghubungkan banyak orang sebebas yang terlihat di banyak fim sains fiksi seperti The Matriks dan kawan-kawan.